-
Rabu, 21 Januari 2009
Senin, 19 Januari 2009
The Observer : Israel Tidak Mampu Mengalahkan Hamas
Harian The Observer dengan tiras terbesar di Inggris menurunkan hasil investigasinya di Jalur Gaza bahwa agresi Israel di Jalur Gaza yang brutal yang bertujuan memberikan pelajaran kepada gerakan perlawanan Islam Hamas tidak membuahkan hasil. Israel tidak berhasil menekuk lutut Hamas bahkan popularitas gerakan masih kuat di Jalur Gaza dan Tepi Barat.
Harian ini mengisyaratkan bahwa upaya menggembosi Hamas dari otoritas Palestina pimpinan Mahmod Abbas yang sudah berakhir masa jabatannya justru membuahkan popularitas gerakan itu makin naik di Jalur Gaza atau Tepi Barat. Apalagi setelah Abbas mendukung agresi Israel di Jalur Gaza.
Harian Inggris ini melansir pernyataan pimpinan gerakan Fatah Qudurah Faris tentang keyakinan bahwa perang Israel justru memperkuat posisi Hamas di dalam rakyat Palestina. The Observer menegaskan bahwa gerakan Hamas semakin kuat di hadapan pesaing politiknya. Israel dalam agresi ini hanya ingin menampakkan keberhasilan-keberhasilan dalam bentuk kebrutalan pasukannya.
Soal perundingan damai Fatah dan Hamas, harian ini memprediksi bahwa akan ada kesepakatan baru yang didasarkan kepada teks-teks kesepakatan Mekah yang ditandatangani antara dua pihak tahun 2005 yang mengakhiri peperangan internal.
Soal masa depan Fatah, harian ini melansir suara salah satu kadernya Zakaria Muhammad bahwa pilihan hanya ada dua perlawanan terang-terangan atau tersembunyi. Namn jika Fatah ikut dalam perlawanan Hamas, maka Fatah akan selamat. Zakariah menegaskan bahwa sikap sebagian pimpinan Fatah yang menginginkan Hamas hancur hanya sia-sia belaka.(Infplstn)
Harian ini mengisyaratkan bahwa upaya menggembosi Hamas dari otoritas Palestina pimpinan Mahmod Abbas yang sudah berakhir masa jabatannya justru membuahkan popularitas gerakan itu makin naik di Jalur Gaza atau Tepi Barat. Apalagi setelah Abbas mendukung agresi Israel di Jalur Gaza.
Harian Inggris ini melansir pernyataan pimpinan gerakan Fatah Qudurah Faris tentang keyakinan bahwa perang Israel justru memperkuat posisi Hamas di dalam rakyat Palestina. The Observer menegaskan bahwa gerakan Hamas semakin kuat di hadapan pesaing politiknya. Israel dalam agresi ini hanya ingin menampakkan keberhasilan-keberhasilan dalam bentuk kebrutalan pasukannya.
Soal perundingan damai Fatah dan Hamas, harian ini memprediksi bahwa akan ada kesepakatan baru yang didasarkan kepada teks-teks kesepakatan Mekah yang ditandatangani antara dua pihak tahun 2005 yang mengakhiri peperangan internal.
Soal masa depan Fatah, harian ini melansir suara salah satu kadernya Zakaria Muhammad bahwa pilihan hanya ada dua perlawanan terang-terangan atau tersembunyi. Namn jika Fatah ikut dalam perlawanan Hamas, maka Fatah akan selamat. Zakariah menegaskan bahwa sikap sebagian pimpinan Fatah yang menginginkan Hamas hancur hanya sia-sia belaka.(Infplstn)
Jumat, 16 Januari 2009
Kamis, 15 Januari 2009
Ketika Politik Anti-Humanity
Oleh: Choirul Asyhar
Karena politik Bawaslu DKI melaporkan Tifatul Sembiring Presiden PKS ke Polda Metro Jaya. Alasannya aksi solidaritas PKS terhadap Palestina adalah kampanye terselubung. Sementara kampanye turun ke jalan belum boleh dilakukan saat ini.
Aneh, ketika seluruh dunia melakukan aksi yang sama mengecam kejahatan perang yang dilakukan Zionis Yahudi terhadap Palestina, di Indonesia mengecilkan masalah ini menjadi masalah kampanye parpol. Jika ormas-ormas berdemo mengungkapkan solidaritasnya kepada saudara muslim di Palestina, apakah parpol tidak boleh melakukan itu?
Pengkotak-kotakan masalah sering membuat kita banci dan mandul. Apakah hanya karena takut disebut kampanye, parpol tidak boleh mendukung rakyat? Ketika banjir melanda, posko didirikan, demi taat peraturan kampanye maka bendera harus diturunkan? Sehingga tanpa identitas? Absurd benar cara pandang di negeri ini.Parpol seakan hanya dikapling kiprahnya di ranah urusan politik. Meskipun itu bisa berarti anti-humanity. Karena hati nurani telah dibungkam mati. Membela rakyat dituduh kampanye. Membela kemanusiaan dilaporkan ke polisi. Bukankan tujuan didirikan parpol untuk membela rakyat, kemanusiaan dan keadilan? Jika ini diingkari maka praktik politik yang terjadi adalah saling gasak, gosok, gesek. Pukul sana, tendang sini. Sikut kanan, sikut kiri.
Apakah ungkapan kemanusiaan hanya boleh dilakukan setelah parpol menang pemilu dalam bentuk kebijakan negara atau pemerintah? Sedangkan pemerintah sendiri tidak ada kebijakan unjuk rasa terhadap aksi anti-kemanusiaan yang dilakukan oleh penjajah Zionis Yahudi Israel?Kecaman keras yang dilayangkan oleh Presiden melalui surat, jika memang keras, apakah cukup?
Tokoh pejuang Palestina, dalam wawancara di sebuah majalah mengatakan bahwa rakyat Palestina mengikuti berita dukungan dari seluruh dunia termasuk Indonesia dalam bentuk aksi-aksi demonstrasi. Dan ini memberi semangat moral yang sangat tinggi, bahwa Palestina tidak sendirian melawan penjajah Zionis Yahudi Israel.
Maka surat kecaman presiden yang katanya keras itu jauh dari cukup. Aksi-aksi demonstrasi turun ke jalan harus terus digalakkan. Untuk menyuarakan hati nurani masyarakat dunia yang cinta damai dan benci terorisme negara Yahudi itu. Dan suara itu sah-sah saja disuarakan oleh PKS dan partai manapun, kalau mereka mau.
Bahkan Bawaslupun daripada melaporkan Tifatul Sembiring ke Polda, sebaiknya menggalang parpol-parpol untuk berdemo anti-zionis-Israel. Daripada mempolitisir demo solidaritas Palestina yang dilakukan PKS beberapa waktu lalu, sebaiknya memahkamah-Internasionalkan tokoh-tokoh Israel dan Amerika sebagai penjahat perang. Inilah politik hati nurani, karena tujuan politik itu sendiri adalah kekuasaan demi kemashlahatan manusia.
Label:
Bawaslu,
Tifatul Sembiring,
Zionis
Langganan:
Postingan (Atom)