Suasananya jagad perpolitikan Indonesia mirip pasar. Ada supply dan demand. Atau persisnya mirip pasar tenaga kerja. Ada banyak supply tenaga kerja nganggur dan kurangnya perusahaan yang menyerapnya. Sebelum sistem multipartai, banyak orang yang merasa pantas jadi caleg, gagal menjadi anggota dewan karena tidak kebagian parpol. Karena parpol sebagai kendaraan politik sudah penuh ’penumpang’ kader-kader terbaiknya, maka mereka tertolak atau kalah bersaing. Kini ’lapangan pekerjaan’ bagi para caleg terbuka lebih lebar. Mereka bisa melamar untuk jadi caleg di parpol-parpol baru itu. Bahkan tak sedikit parpol baru yang melamar mereka.
Singkat cerita ke 44 parpol semua kebagian caleg, bagaimanapun caranya. Dan orang yang bermimpi jadi caleg-pun tersalur keinginannya. Dan ternyata orang yang pengen jadi caleg itu sangat banyak di negeri ini. Alhamdulillah, berarti masih banyak orang yang beritikat baik memperbaiki negeri ini.
Di desa Labansari, Kecamatan Cikarang Timur ada cerita yang pas tentang ini. Seorang simpatisan PKS yang sejak awal partai ini berkiprah, demikian cintanya dengan partai ini. Aktivitasnya mendukung kegiatan partai patut diacungi jempol. Tapi tiba-tiba dia membuat saya tersentak. Ketika suatu malam saya dan teman-teman DPC sedang melakukan jaulah ke desa ini. Ada banner caleg tergantung di sebuah pohon. Terpampang nama dan fotonya. Saya kenal persis wajah dan namanya itu. Karena itu saya kaget. Kok bisa tiba-tiba namanya bertengger di situ di bawah bendera sebuah partai baru.
Seorang aktifis yang kenal dengan nama itu menjelaskan. Bahwa sebelum pendaftaran caleg, dia telah menemui seorang tokoh PKS. Dan minta dirinya dicalonkan menjadi caleg PKS. Ini tentu terjadi karena dia tidak memahami bagaimana mekanisme pencalegkan di PKS.
Wal hasil si nama ini tidak puas. Karena merasa jasanya besar bagi PKS di desanya, maka kegagalannya melamar jadi caleg PKS mengantarkan dia melamar ke partai lain yang baru mau akan ikut pemilu tahun 2009 ini. Ambisinya menjadi seorang anggota dewan lebih besar daripada keikhlasannya menjalani aktivis da’wah. ’Ketokohannya’ di desanya memuluskan perjalanannya sebagai caleg di partai baru itu.
Ketika saya bertamu di rumah seorang tokoh yang lain, HP-nya berdering. Ternyata sebuah panggilan masuk. Rupanya dari sang caleg. Isinya tentang kondisinya yang makin kekurangan modal untuk membiayai kampanye dirinya. Tak lama kemudia SMS masuk. Isinya kurang lebih sama. Kabarnya malah dia mau menjual sawahnya. Padahal perjalanannya menuju April 2009 masih jauh. Sang caleg sudah ngos-ngosan mendukung dirinya sendiri. Itupun belum tentu memenangkan pertarungan berat ini.
Ya, perasaan berjasa membuat dia kecewa dengan kegagalannya mencalegkan dirinya. Itu intinya. Saya teringat sebuah ayat di dalam Al Quran:
Mereka merasa berjasa dengan keislaman mereka, katakanlah : janganlah
kalian merasa berjasa dengan keislaman kalian, karena Allah-lah yang telah
berjasa kepada kalian karena telah menunjukkan kalian kepada jalan-jalan
keimanan jika kalian adalah orang-orang yang benar." (QS Al-Hujurat, 49:17)
Semoga kisah ini menjadi cermin bagi kita. Agar meluruskan niat. Bahwa perjuangan kita hanya untuk menegakkan kalimat Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar