Pemilu 2009 bagai ajang promosi diri para caleg. Bukan promosi partai. Di mana-mana terpampang foto-foto caleg plus janji-janjinya. Gambar dan nomor urut caleg lebih besar daripada logo dan nomor partai. Setiap pertigaan atau perempatan ada spanduk atau baliho caleg. Di setiap pohon tak ada yang bersih dari pamflet caleg. Juga tiang listrik dan tembok-tembok di tempat umum. 'Dikotori' oleh stiker dan pamflet. Belum yang setiap saat lagu dan jargonnya ditayangkan di radio.
Dari wajah-wajah yang tampil di jalanan itu, tidak sedikit yang masih punya hubungan kekerabatan. Tapi muncul dengan latar belakang bendera partai yang berbeda. Di dusun-dusun suasana perpecahan pemihakan warga seperti saat suasana pilkades.
Entah berapa milyar atau trilyun belanja kampanye dari beberapa bulan yang lalu sampai masa tenang akhir Maret 2009 nanti. Selain itu masyarakat pasti banyak yang bingung. Salah satunya komentar warga yang didatangi team direct selling PKS, "Udahlah Mas, satu aja stikernya. Kasih tahu aja saya, mana yang harus saya coblos. Bingung saya...!"
Ngomong-ngomong belanja kampanye, yang paling banyak uangnyalah yang banyak memasang gambar wajahnya di berbagai tempat itu. Wajar saja, bahkan untuk maju sebagai caleg pun dia pasti sudah berhitung dulu, berapa tebal kantongnya dan berapa luas sawahnya yang bakal digadaikan.
Mungkin hanya PKS partai yang mencalonkan kadernya tanpa melihat kemampuan kantong kader tersebut terlebih dahulu. Karena pencalonan lebih banyak berdasarkan kemampuan kader tersebut, loyalitas dan kekuatan moralnya, sehingga nanti jika terpilih dapat menjadi wakil rakyat yang amanah, bersih, peduli dan profesional.
Masalah sosialisai diserahkan kepada konstituen yang bisa memobilisasi dana untuk kampanye sang kader yang dicalegkan itu. Seorang Ustadz di Cikarang salah satu contoh caleg tersebut. Dia pernah bilang, "saya caleg paling 'kere', sehingga sampai saat ini belum ada sosialisasi gambar saya."
Mendengar pengakuan ini, para jamaahnya bertekad mengumpulkan dana. Salah satunya, satu halaqah telah bertekad akan mencetak seribu kalender yang bergambar sang Ustadz. Jika tidak demikian, entah bagaimana pencalegannya dapat tersosialisasi.
Selain itu, kini mulai terpampang di banyak perempatan baliho-baliho yang bergambar kesepuluh caleg PKS di sebuah dapil. Di baliho itulah mulai muncul gambar sang Ustadz dengan senyumnya yang khas itu.
Memang dalam etika Islam ada 'larangan' untuk minta dipilih. Maka saya berdoa, kondisi ini akan mengantarkan sang Ustadz pada kebaikan kedudukan di sisi Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Amiin.
Cikarang Baru, 29 Dzulhijjah 1429
Dari wajah-wajah yang tampil di jalanan itu, tidak sedikit yang masih punya hubungan kekerabatan. Tapi muncul dengan latar belakang bendera partai yang berbeda. Di dusun-dusun suasana perpecahan pemihakan warga seperti saat suasana pilkades.
Entah berapa milyar atau trilyun belanja kampanye dari beberapa bulan yang lalu sampai masa tenang akhir Maret 2009 nanti. Selain itu masyarakat pasti banyak yang bingung. Salah satunya komentar warga yang didatangi team direct selling PKS, "Udahlah Mas, satu aja stikernya. Kasih tahu aja saya, mana yang harus saya coblos. Bingung saya...!"
Ngomong-ngomong belanja kampanye, yang paling banyak uangnyalah yang banyak memasang gambar wajahnya di berbagai tempat itu. Wajar saja, bahkan untuk maju sebagai caleg pun dia pasti sudah berhitung dulu, berapa tebal kantongnya dan berapa luas sawahnya yang bakal digadaikan.
Mungkin hanya PKS partai yang mencalonkan kadernya tanpa melihat kemampuan kantong kader tersebut terlebih dahulu. Karena pencalonan lebih banyak berdasarkan kemampuan kader tersebut, loyalitas dan kekuatan moralnya, sehingga nanti jika terpilih dapat menjadi wakil rakyat yang amanah, bersih, peduli dan profesional.
Masalah sosialisai diserahkan kepada konstituen yang bisa memobilisasi dana untuk kampanye sang kader yang dicalegkan itu. Seorang Ustadz di Cikarang salah satu contoh caleg tersebut. Dia pernah bilang, "saya caleg paling 'kere', sehingga sampai saat ini belum ada sosialisasi gambar saya."
Mendengar pengakuan ini, para jamaahnya bertekad mengumpulkan dana. Salah satunya, satu halaqah telah bertekad akan mencetak seribu kalender yang bergambar sang Ustadz. Jika tidak demikian, entah bagaimana pencalegannya dapat tersosialisasi.
Selain itu, kini mulai terpampang di banyak perempatan baliho-baliho yang bergambar kesepuluh caleg PKS di sebuah dapil. Di baliho itulah mulai muncul gambar sang Ustadz dengan senyumnya yang khas itu.
Memang dalam etika Islam ada 'larangan' untuk minta dipilih. Maka saya berdoa, kondisi ini akan mengantarkan sang Ustadz pada kebaikan kedudukan di sisi Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Amiin.
Cikarang Baru, 29 Dzulhijjah 1429
Tidak ada komentar:
Posting Komentar