Rabu, 25 Maret 2009

Mudahnya Memasarkan PKS

Pemilu makin dekat, sosialisasinya semakin digenjot. Lha wong KPU masih tenang-tenang aje. Masih banyak yang tidak tahu cara memilih. Coblos atau contreng. Trus contreng itu diapain to.... PKS akhirnya harus terus menerus mensosialisasikannya. Lalu merekamnya, menjadikannya kartun dan menguploadnya ke Youtube, agar bisa dinikmati lebih banyak warga masyarakat.


Salah satunya yang menikmati adalah para relawan yang siap jadi saksi di TPS-TPS di Cikarang Timur nantinya. Banyaknya materi video yang bisa saya download dari youtube membuat para calon saksi gembira menerimanya. Sayapun senang mempresentasikannya di depan mereka.
Karena senang sama senang semoga ilmunya nyangkut. Ya berita baik tentang PKS dari berbagai media maupun made in kader PKS sendiri membuat kita mudah memasyarakatkan PKS. Salut dan terima kasih buat para arsitek di belakangnya!

Ya, pemilu semakin dekat, maka sosialisasi terus harus dilakukan. Termasuk juga pelatihan-pelatihan bagi calon saksi. Agar mereka nanti dapat bekerja profesional di TPS masing-masing. Bukan cuma mencatat hasil pemilu. Tapi benar-benar menyaksikan dan mengontrol jalannya pemungutan suara dari jam 6 pagi sampai selesai.


Dan tak kalah pentingnya kerja besar dan berat ini akan menjadi ringan jika diberi muatan lagi.... Lho?

Ya, muatan keikhlasan untuk mendapat ridho Allah SWT.

Yang Kreatif di Balik Iklan

Selain perang darat, beberapa partai politik tak melewatkan pertarungan di udara. Melalui iklan politik di layar televisi, persaingan merebut simpati publik menjadi makin ketat. Salah satu tokoh di balik iklan itu adalah Irfan Wahid. Wahid, nama belakang ayah dua anak kelahiran Jakarta, 25 Februari 1969 lalu itu, tentu saja akan mengingatkan kita pada mantan presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pemilik nama Irfan Wahid (akrab disapa Ipang Wahid) tersebut memang keponakannya. Tepatnya, anak sulung Salahuddin Wahid (Gus Sholah), adik kandung Gus Dur.

Tak seperti sejumlah keluarga besar Wahid lainnya, Ipang lebih memilih gemerlap dunia periklanan sebagai jalan hidup. Namun, politik sepertinya memang tidak bisa jauh darinya. Bukan sebagai politikus, melainkan sebagai konsultan sekaligus sutradara iklan politik. "Berlabuh sebagai konsultan komunikasi politik sebenarnya termasuk bagian dari perjalanan spiritual saya," ujar Ipang kepada Jawa Pos saat ditemui di kantornya. Dia mengaku, keputusannya ikut terjun di dunia politik, meski bukan di politik praktis, adalah bagian dari proses dakwah. Sejak Desember 2007 lalu, Ipang memiliki peran signifikan dalam strategi komunikasi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Slogan bersih dan peduli termasuk salah satu hasil pemikirannya bersama anak buahnya di Fastcomm Communication. "Iklan di tv otomotis juga kami yang tangani," ungkapnya.

Mengapa PKS? Ipang mengaku, hanya kebetulan PKS yang lebih dulu melamar dirinya. "Sebenarnya saya terbuka dengan semua partai Islam, tapi PKS memang lebih dekat," ujar mantan anggota dewan pakar DPP PKS yang sudah mengundurkan diri tersebut. Selain iklan politik PKS, Ipang sempat menggarap iklan Soetrisno Bachir yang memiliki slogan terkenal Hidup Adalah Perbuatan, iklan selamat hari raya dari PKB, dan beberapa iklan lain. "Tapi, saat ini saya hanya memegang PKS, yang lain belum," ungkapnya.

Dia mengaku puas dengan hasil iklan PKS selama ini. Dengan dana terbatas, efektivitas iklan PKS bisa menandingi iklan partai lain yang keluar dana lebih besar. "PKS ini kan termasuk dhuafa, jadi sejak awal saya berpikir bagaimana membuat iklan berkonten unik, tapi murah," tandasnya. Beberapa iklan PKS memang sempat memunculkan kontroversi di publik. Antara lain, iklan pahlawan nasional, iklan yang menampilkan guntingan headline berita, dan lainnya. "Itu salah satu parameter keberhasilan, sedikit beriklan, tapi banyak berita di media," katanya lantas tertawa. Sejak lulus dari Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Ipang bertekad menggeluti bidang periklanan. Dia pun terbang ke Amerika untuk mengambil kuliah musik dan bisnis video di The Art Institute of Seattle. Di sana Ipang sempat bekerja di sebuah perusahaan periklanan besar Amerika. "Nah, dari situlah saya mulai sampai sekarang jadi sutradara," kisahnya.

Begitu pulang ke Indonesia, dia sempat bekerja di perusahaan asing yang bergerak di bidang periklanan sampai 2000. Dua tahun selanjutnya, dia membuka perusahaan sendiri dengan nama 25 Frames. Perusahaan itu kemudian berkembang menjadi Fastcomm sampai sekarang. "Di perusahaan, orang bekerja pada saya maskimal tiga tahun. Setelahnya dia harus buka perusahaan sendiri. Saya siapkan kaderisasi agar periklanan di Indonesia tidak hanya dikuasai orang asing," paparnya.

(sumber: Jawa Pos.co.id)